Rabu, 09 Juni 2021

ANALISIS BERITA

“Ini Alasan Sri Mulyani Setop Pidanakan Pengemplang Pajak" 

            Istilah pajak berdasarkan UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 pasal 1 ayat 1 pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam hal ini para wajib pajak diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang bertujuan untuk membantu menyeimbangkan pengeluaran negara, karena pajak sendiri merupakan sumber pemasukan negara dengan cara mengumpulkan dana dari wajib pajak ke kas negara. Dengan adanya pemasukan pajak maka secara tidak langsung masyarakat telah berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebaliknya jika para wajib pajak tidak melakukan pembayaran pajak maka kesejahteraan masyarakat akan terhambat. Pemungutan pajak sendiri tidak semata-mata untuk kepentingan negara saja, melainkan dengan adanya pajak tersebut negara memberikan bantuan subsidi kepada masyarakat berupa banyak hal seperti contoh nya subsidi Bahan Bakar Minyak, subsidi listrik, layanan kesehatan, dan dana desa bagi rakyat miskin, itu semua dilakukan demi kelangsungan hidup masyarakat agar sejahtera. Secara umum pajak bertujuan untuk meningkatkan ekonomi suatu negara, untuk mentransfer sumber daya dari masyarakat ke pemerintah, sehingga memungkinkan adanya investasi pemerintah, untuk  mengubah metode investasi, dan untuk mengurangi ketimpangan ekonomi.

            Dalam pemungutan pajak negara memiliki hak untuk memaksa para wajib pajak agar tidak melupakan kewajibannya yaitu membayarkan sebagian penghasilan tertentu kepada negara. Pajak sendiri dilihat dari persepsi hukum yaitu pemungutan pajak dijalankan atas dasar hukum yaitu UU KUP (Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) agar pemerintah tidak bertindak sewenang-wenang dalam memungut pajak dan pengenaan pajak diatur dalam ketentuan pasal 23 ayat (2) UUD 1945 Amandemen ke-5 juga UU No. 28/2007 tentang KUH. Tidak hanya bagi pemerintah saja, masyarakat/wajib pajak yang melakukan pengemplang pajak juga dikenai sanksi menurut hukum yang berlaku yaitu berupa sanksi pidana, namun menurut Menteri Keuangan (Sri Mulyani) sanksi pidana hanya membuat jera para wajib pajak tidak menambah pemasukan negara, maka dari itu pemerintah berencana akan menghentikan sanksi pidana bagi para pengemplang pajak yang sebagai gantinya hanya akan fokus terhadap penyelesaian administrasi demi menambah pemasukan negara dalam mensejahterakan masyarakat.

Baca juga :

https://anblogsaja.blogspot.com/2021/06/mentri-keuangan-sri-mulyani-perintah.html

https://catatanichaa.blogspot.com/2021/06/analisa-berita-pajak-orang-super-kaya.html

https://materihukumpajak.blogspot.com/2021/06/analisis-hukum-dan-perundang-undangan.html

https://byaisthetic.blogspot.com/2021/06/24-kantor-pelayanan-pajak-ditutup.html?m=1

Rabu, 07 April 2021

ANALISA JURNAL PAJAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WAJIB PAJAK YANG MENJUAL TANAHNYA DI BAWAH HARGA NILAI JUAL OBJEK PAJAK

DARI SUDUT PANDANG EKONOMI

Sumber Jurnal Negara Indonesia merupakan negara yang bercirikan negara kesejahteraan modern yang bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan salah satu cara yaitu dengan melindungi hak warga negara sebagai wajib pajak. Pajak adalah sumber pendapatan negara yang nantinya akan digunakan untuk kepentingan negara tersebut dan kesejahteraan rakyat. Salah satu bentuk pajak wajib yang dikenakan atas benda tak bergerak adalah pajak bumi dan bangunan (PBB). PBB ini akan terus meningkat jika berada di kawasan yang elit, namun Pemerintah Daerah seakan-akan memaksakan wajib pajak untuk menjual tanah setara atau lebih tinggi dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), padahal NJOP dikawasan elit sangatlah tinggi, jadi lebih sulit jika ingin dijual dengan jumlah setara atau lebih tinggi dari harga NJOP. NJOP sendiri merupakan harga umum yang didapatkan pada peristiwa jual beli yang timbul secara lazim yang dihitung berdasarkan pertimbangan harga dengan properti yang lainnya, nilai perolehan yang baru atau NJOP pengganti, NJOP ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Daerah. Jika dalam menjual tanah dibawah harga NJOP maka akan dipungut Pajak Penghasilan (Pph) dan Bea Perolehan Tanah dan Bangunan (BPHTB).

            BPHTB tercantum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang BPHTB yang merupakan pengenaan pajak terhadap perolehan hak atas tanah dan bangunan. BPHTB merupakan jenis pajak daerah yang dikendalikan oleh Pemerintah Daerah menjadi pendapatan asli untuk membayar kegiatan Pemerintah Daerah dan pengembangan di daerahnya. Subjek dari BPHTB adalah personal atau badan yang dapat menerima hak atas tanah atau bangunan sebagaimana menurut Pasal 4 Undang-Undang BPHTB. Ada beberapa prinsip yang mengatur BPHTB di Indonesia yaitu :

a. Hak atas Tanah dan Bangunan adalah didasarkan pada sistem self assessment.

b.Besarnya suatu beban ditentukan senilai 5 persen dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP).

c.    Bagi pejabat umum atau wajib pajak yang melakukan pelanggaran harus diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku agar BPHTB dilakukan secara tepat.

d.    Hasil BPHTB tidak seluruhnya diberikan kepada Pemerintah Daerah, untuk menaikkan keuangan daerahnya yang berguna membayar kegiatan pemerintah suatu daerah dan kegiatan menjunjung tinggi ekonomi suatu daerah.

e.   Hasil peerolehan hak atas objek tanah atau bangunan yang melanggar peraturab BPHTB tidak diperolehkan.

          Besaran pendapatan target pajak harus disesuaikan dengan harga jual beli objek pajak. Jika nilai yang dijual belikan lebih rendah dari harga NJOP maka yang dipakai tetap nilai jual beli tersebut, tetapi jika nilai jual beli yang lebih tinggi dari NJOP maka yang dipakai nilai jual beli yang telah di sesuaikan dalam Pasal 6 ayat 3 Undang-Undang BPHTB.

          Dalam Pph yang dapat dikatakan subyek dikenakannya pajak adalah, orang pribadi, warisan yang belum terlaksanan pembagian yang menggantikan empunya hak, badan atas pihak yang mempunyai makna kebersamaan antara yang melaksanakan suatu usaha atau belum melakukan usaha, bentuk usaha tetap. Sedangkan objek Pph terdapat dalam Pasal 1 angka 1 PP No. 34 Tahun 2016 yaitu beralihnya kepemilikan terhadap objek tanah atau bangunan dan perjanjian pengikatan jual beli atas objek tanah atau bangunan beserta perubahannya.

          Penjual yang menjual tanahnya atau bangunan dibawah harga NJOP maka akan dikenakan Pph sesuai dengan NJOP yang berlaku, karena jika penjual menjual dengan harga dibawah NJOP penjual itu akan mengalami kerugian. Padahal bisa saja si penjual ingin menjual dengan harga dibawah NJOP karena penjual dalam keadaan yang genting untuk mendapatkan uang dengan cepat.

          Kepada wajib pajak yang merasa mengalami ketidakadilan dalam pemungutan pajak diperbolehkan untuk menyampaikan keluhannya yang ditujukan ke Kantor Pelayanan PBB, disertai dengan alasan yang tepat. Sedangkan untuk wajib pajak yang keberatan terhadap Pph dapat langsung ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak. Jika keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang masih belum sesuai dengan keinginan atas keluhan yang telah diajukan oleh wajib pajak, maka wajib pajak dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak.

          Untuk pemerintah diharapkan mengeluarkan kebijakan baru terhadap penjualan tanah dibawah harga NJOP untuk menghindari ketidakadilan dalam pemungutan pajak BPHTB dan Pph, sehingga mempermudah masyarakat untuk menjual belikan tanahnya.

Baca juga :

https://initedylaw.blogspot.com/2021/04/pentingnya-mengecek-njop-saat-beli-tanah.html

https://perspektifhar.blogspot.com/2021/04/ajs-analisis-jurnal-singkat-jual-tanah.html

https://rindimilenia.blogspot.com/2021/04/perlindungan-hukum-terhadap-wajib-pajak.html


ANALISIS BERITA

“Ini Alasan Sri Mulyani Setop Pidanakan Pengemplang Pajak"               Istilah pajak berdasarkan UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 pasal 1...